Berita Desa

Rapat Bersama DPP ABPEDNAS, Badan Legislasi DPR-RI Pastikan Revisi UU No.6 Tahun 2014 Tidak Masuk Prolegnas

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Menyikapi keresahan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) terkait pelemahan tupoksi lewat revisi UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa, sebagai Rumah Besar BPD di seluruh Indonesia, Pengurus DPP Abpednas langsung maraton melakukan rangkaian audiensi kepada stake holder Desa. Mulai dengan pemerintahan seperti Ditjend Bina Pemdes Kemendagri serta Kemendes PDTT.

Selain menemui pejabat di kedua pemerintahan tersebut, DPP Abpednas Indonesia juga menemui DPR RI dan DPD RI sebagai lembaga yang bertugas dan berwenang mengajukan, menyusun serta membahas Rancangan Undang-Undang sesuai fungsi legislasi mereka. Rabu, 16 Juni 2021 lalu, didampingi puluhan Tenaga Ahli Pimpinan dan Anggota, Achmad Baidowi (Anggota DPR RI yang juga Wakil Ketua Badan Legislasi DPR-RI menjawab tuntas sejumlah pertanyaan dan aspirasi anggota BPD yang disampaikan Indra Utama dan Supriadi Kadir (Sekjend dan Waketum DPP Abpednas).  Berikut petikan penjelasan detil Achmad Baidowi.

Perlu kami informasikan bahwa,  pertama Undang-Undang No.6 Tahun 2014 tentang Desa itu tidak masuk dalam Prolegnas/Program Legislasi Nasional. (Prolegnas adalah instrumen perencanaan program pembentukan Undang-Undang yang disusun secara berencana, terpadu, dan sistematis-Red).  Artinya tahun ini tidak ada revisi terhadap Undang-Undang desa. Tahun depan belum tentu juga ada revisi.

Karena kebijakan di DPR itu adalah,  setiap AKD (Alat Kelengkapan DPR) hanya boleh mengusulkan satu unsur instruksi. Apabila RUU tersebut sudah selesai dibahas atau disahkan di paripurna, baru boleh mengajukan RUU baru. Hari ini komisi II baru mengajukan Revisi Undang-Undang ASN. Sebelumnya Undang-Undang Pemilu. Itu pun kemarin tidak jadi di revisi karena fokusnya berubah ke Undang-Undang ASN. Jadi, sebelum Undang-Undang ASN selesai dibahas,  maka tidak boleh komisi II mengajukan RUU baru, termasuk Undang-Undang Desa.

Kemarin dalam penyusunan Prolegnas, memang ada usulan komisi II, tetapi tidak menjadi prioritas. Maka feeling saya sepertinya di periode ini agak berat Undang-Undang Desa ini di revisi. Karena tata urutannya harus selesai dulu. Prores di komisi II itu sekarang adalah Undang-Undang ASN, belum lagi Undang-Undang Pertahanan dan yang lain. Kita sudah gariskan kalau belum selesai pembahasan satu RUU tidak boleh mengajukan RUU yang lainnya.

Berikutnya ada usulan RUU Bumdes (Badan Usaha Milik Desa). Merupakan inisiatif kawan-kawan dari Dewan Perwakilan Daerah (DPR-RI, termasuk prioritas tahun 2021. Artinya RUU Bumdes itu pasti dibahas karena sudah masuk Prolegnas Prioritas tahun 2021 dan menjadi usul inisiatif DPD. Hari ini (Rabu 16 Juni 2021-Red) DPD sudah menyerahkan kepada DPR bahwa RUU Bumdes dan RUU Badan Permusyawarah dan tugas komisi II untuk membahas RUU tersebut. Saya belum mendapatkan update informasi terkait pembahasan RUU Bumdes tersebut.

Jadi, yang terkait Desa yang paling dekat pelaksanaan pembahasannya adalah RUU Bumdes usul inisiatif DPD. Kekuatiran DPP Abpednas dan Anggota BPD bahwa ada upaya melemahkan Badan Permusyawaratan Desa, kami tamping. BPD itu representasi dari wakil rakyat di tingkat Desa, seharusnya peran BPD itu lebih ditingkatkan bukan dimatikan. Terkait dengan beberapa hal kinerja Kepala Desa,  tidak hanya sebatas pada Dana Desa.

Fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan Dana Desa, juga salah satu yang saya rekomendasi harus ditingkatkan. Instrumen pengawasan BPD sejauh ini masih lemah dan tidak maksimal. Karena Kepala Desa punya hak yang leih kuat terhadap pengelolaan dana desa. Kalau pengelolaan yang cukup kuat tanpa diawasi oleh pengawasan yang ketat maka di situ akan terjadi potensi penyelewengan. Saya tekankan peran BPD harus ditingkatkan terlebih, khususnya terkait dengan pengelolaan Dana Desa.

Memang terjadi saat ini asimetris. Kebutuhan ekonomi sekarang bukan hanya di Kabupaten tapi sudah di tingkat Desa. Tetapi karena ada nomenklatur Kementerian Desa, Fasilitator Dana Desa, Pendamping Dana Desa ditentukan oleh Pusat meskipun dananya dari APBN. Yang terjadi di lapangan, daerah tidak memiliki kuasa terhadap Pendamping Desa yang “keluar masuk daerah”. Bagaimana Pemerintah Daerah mau mengontrol Pendamping Desa, sementara Desa secara teritori itu ada di Kabupaten?

Yang merasakan langsung otonomi desa itu Kabupaten bukan Kementerian. Tetapi struktur Pendamping Desanya dari Kementerian. Seharusnya agar nyambung, Pendamping Desa nya itu juga harus disesuaikan dengan karakteristik di Desa itu. Yang tau itu adalah pemerintah kabupaten minimal lebih tahu daripada Kementerian.

Saya minta kepada Tenaga Ahli (Yang hadir rapat-Red) mencatat masukan dan aspirasi teman-teman DPP Abpednas. Ketika nanti membahas terkait dengan Undang-Undang Desa, apa yang didiskusikan hari ini tentang penguatan Anggota BPD, bagaimana transparasi pengelolaan Dana Desa, bagaimana pengawasan, bagaimana kualifikasi Pendamping menyesuaikan dengan Desa-Desa tematik yang sesuai dengan kebutuhan. Ini penting dan butuh ketika pada saatnya pembahasan atau penyusunan daftar intruksi masalah.

Kepada teman-teman DPP Abpednas yang hadir mewakili anggota BPD, kami pastikan hari ini belum ada revisi UU No.6 Tahun 2014. Tidak termasuk Prolegnas prioritas tahun 2021. Kemungkinan juga masuk Prolegnas berikutnya juga sangat kecil. Karena hanya satu slot RUU di setiap AKD. Secara pribadi dan fraksi, kami pastikan tidak ingin melemahkan Anggota BPD. Karena melemahkan anggota BPD,  itu sama halnya kami melemahkan diri kami sendiri sebagai Lembaga Perwakilan representasi dari Rakyat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *