Berita Desa

Pondok Batu, Menuju Desa Swa Sembada

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email
Paridul, S.Pd (Ketua DPC Abpednas Labuhan Batu, Provinsi Sumatera Utara

Desa Pondok batu adalah salah satu desa yang secara geografis berada di Kecamatan Bilahhulu, Kabupaten Labuhanbatu, provinsi Sumatera Utara. Dengan luas wilayah 386 Ha, desa yang terbagi ke dalam 5 dusun ini memilik jumlah penduduk sebanyak 6.091 jiwa. Mayoritas penduduknya atau 75%, memiliki mata pencaharian sebagai petani baik karet maupun kelapa sawit sedangkan selebihnya 25 % berprofesi sebagai karyawan kebun, wiraswasta dan birokrat.

Sehingga bisa disimpulkan Desa Pondok Batu masuk ke dalam kategori Desa Agraris.
Berbatasan langsung dengan dua Perkebunan Besar yakni PT. Perkebunan Pangkatan Indonesia dan PTPN 3, mengakibatkan masyarakat desa pondok batu secara makro memang menggantungkan keberlangsungan hidup mereka pada sektor Perkebunan, khususnya kelapa sawit.

Sementara itu dari aspek demografis suku jawa menempati urutan pertama di desa Pondok Batu. Kurang lebih 70 % dari total penduduk keseluruhan. Sementara selebihnya ditempati suku batak, lebih kurang 20 %, dan sisanya 10% diisi suku minang, melayu, banjar, dll. Dari komposisi ini desa Pondok Batu bisa dikategorikan sebagai desa Heterogen bukan Homogen. Artinya sebuah desa dimana warganya terdiri dari multi etnis dan agama.

Meskipun demikian patut disyukuri kebhinekaan masyarakat sebagaimana diuraikan di atas ternyata tidak berpengaruh terhadap harmonisasi warga.

Semua masyarakat bisa hidup dengan rukun, damai , aman dan tentram. Diantara penyebabnya boleh jadi tingkat kematangan berfikir yang baik disertai kuatnya semangat keberagamaan serta kepatuhan terhadap aturan adat istiadat. Sehingga pada gilirannya gesekan-gesekan yang bernuansa SARA nyaris tidak pernah terjadi.

Berikutnya untuk potensi desa, desa Pondok batu tergolong ke dalam desa dengan potensi tinggi. Hal ini berdasarkan penggolongan desa yang ditulis Saptanti Rahayu dkk dalam buku Nuansa Geografi3, terbitan Depdiknas, tahun 2009.

Menurut mereka desa dengan potensi tinggi memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

Lahan pertanian subur, topografi rata disertai kemampuan pengembangkan wilayah yang besar.

Dan ketiga syarat di atas secara umum bisa ditemukan pada desa Pondok Batu. Lahan pertanian yang subur bisa dibuktikan dengan sumber pendapatan masyarakat mayoritas berasal dari sektor perkebunan. Topografi rata bisa dilihat dari tekstur tanah yang secara umum tidak berbukit.

Sedangkan untuk pengembangan wilayah cukup potensial mengingat sebagian wilayah desa Pondok Batu berada persis di jantung kota kecamatan yang ini sangat memungkinkan untuk pengembangan wilayah. Sehingga tidak berlebihan jika masyarakat desa Pondok Batu menaruh obsesi untuk merubah status desa dari desa swa karya menjadi desa swa sembada atau desa mandiri satu ketika kelak.

Demikian selayang pandang terkait profil desa Pondok Batu. Berikutnya kita akan bahas sejauh mana pengaruh antara dana desa yang masuk ke Pondok Batu dengan cita-cita besar untuk menjadi desa yang mandiri.
Kita awali terlebih dahulu dari defenisi desa swa sembada. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Desa swa sembada adalah desa yang masyarakatnya telah mampu memanfaatkan dan mengembangkan sumber daya alam dan potensinya sesuai dengan kegiatan pembangunan regional.

Dengan ciri-ciri sebagai berikut : Kebanyakan berlokasi di kota kecamatan, penduduknya padat, tidak terikat dengan adat-istiadat, memiliki fasilitas yang memadai dan lebih maju dari desa lain serta partisipasi masyarakatnya sudah lebih efektif.

Dari penjelasan di atas kita jadi mengerti bahwa desa swa sembada adalah desa yang mampu menghidupi diri sendiri tanpa bergantung pada bantuan dari luar,baca : Pemerintah. Dengan kata lain untuk menjadi desa swa sembada modal utamanya adalah punya sumber Pendapatan Asli Desa ( PAD ) yang besar sehingga bisa dikelola untuk membiayai berbagai proyek-proyek desa.

Lantas kalau dikaitkan dengan desa Pondok Batu, langkah strategis apa yang bisa dibuat dan dikembangkan untuk menggapai cita-cita tersebut ? Jawabnya akan diuraikan di bawah ini.

I. Bantuan Pemerintah ( dana desa )

Ini merupakan basic strategy mengingat lahirnya UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa yang disusul kemudian dengan berbagai peraturan perundang-undangan turunannya, apakah dalam bentuk permen, kepmen dan lain sebagainya merupakan bukti konkret itikat baik pemerintah dalam mendorong percepatan pembangunan di pedesaan. Triliunan rupiah anggaran sudah digelontorkan ke desa-desa se- Indonesia sejak tahun 2015 yang lalu.

Begitupun dengan desa Pondok Batu. Sejak tahun 2015 sampai dengan 2017 sudah menerima kucuran Dana Desa sebesar Rp. 1. 752.995.000 ( satu milyar tujuh ratus lima puluh dua juta sembilan ratus sembilan puluh lima ribu rupiah ) dengan rincian tahun 2015 dana yang dikucurkan sebesar Rp. 288.406.000. Tahun 2016 sebesar Rp. 642.666.000 dan tahun 2017 sebesar Rp. 821. 923.000. Dengan sistem pengiriman dari kabupaten/kota ke rekening desa sebanyak dua termin. Termin pertama sebesar 60% dari total anggaran dan sisanya sebesar 40 % di transfer pada termin ke dua.

Besarnya dana yang sampai ke desa Pondok Batu selama kurun waktu tiga tahun terakhir sudah barang tentu merupakan modal awal yang cukup untuk menuju desa swasembada dengan catatan harus dikelola, didampingi dan diawasi dengan benar.

Untuk fungsi pendampingan dan pengawasan pemerintah sesungguhnya sudah mendesainnya dalam model pengawasan berjenjang. Dimulai dari Gubernur sampai ke Pendamping Desa. Khusus untuk pendamping desa diatur dengan lugas dalam Permendesa No.3 Tahun 2015 khususnya Bab II pasal 11 tentang tugas pendamping desa, yang satu diantaranya : Untuk mendampingi Desa dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan terhadap pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat Desa.

Sesuai tupoksi di atas untuk desa Pondok batu kinerja pendamping desa terbilang baik. Ditunjukkan lewat pro aktifnya mereka memberikan penyuluhan kepada unsur aparatur desa, jajaran BPD serta masyarakat desa tentang bagaimana mekanisme pengalokasian anggaran serta penyusunan program pembangunan yang benar. Begitu pula saat rembug desa dilaksanakan. Berbagai silang pendapat yang muncul dapat diselesaikan dengan bijak sesuai koridor perundang-undangan yang berlaku.

Sama halnya ketika turun ke lapangan dalam rangka melakukan fungsi pengawasan. Pendamping desa selalu bersinergi dengan BPD sebagai bagian dari pemerintahan desa yang memiliki fungsi pengawasan serupa. Perlu dicatat keterlibatan BPD dalam mengawasi pembangunan di desa tidak bisa diabaikan karena jelas dan tegas merupakan amanah dari UU Desa itu sendiri. Yang kemudian dipertegas lagi dalam Permendagri No. 110 tahun 2016 yang mengatur secara khusus tentang tupoksi BPD di pemerintahan desa.

Alhasil dari sinergitas pengawasan tersebut kinerja Pemerintahan desa sebagai pelaksana proyek bisa berjalan on the track. Semuanya dikerjakan sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku. Terbukti pada setiap evaluasi akhir yang dilakukan oleh Inspektorat kabupaten Labuhanbatu tidak ditemukan penyimpangan yang berarti apalagi sampai menyentuh ranah hukum.

II. Peran serta Masyarakat

Menyikapi glontoran dana yang lumayan besar tersebut, pemerintah desa Pondok Batu tidak bekerja sendiri, melainkan menggandeng bukan saja lembaga yang sejatinya wajib terlibat melainkan juga tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, komunitas perempuan , tokoh pemuda dan yang lain-lain untuk pro aktif dalam merencanakan, menyusun dan merealisasikan berbagai proyek pembangunan yang ingin dikerjakan dalam bentuk Musdus (Musyawarah dusun) dan Musrembang desa. Hal mana dipandang sebagai bentuk kepahaman pemerintahan desa, baca : Kepala desa, dalam mengimplementasikan perannya sebagai pelaksana proyek di desa.

Lantas bagaimana korelasi antara proyeksi anggaran dengan realisasi pembangunan yang dikerjakan ?
Dari kucuran dana yang masuk ke desa Pondok Batu selama tiga tahun ( 2015 – 2017) pengalokasiannya adalah sebagai berikut : Tahun 2015 seluruh dana yang diterima (100 persen) habis terserap untuk proyek-proyek yang bersifat fisik, seperti: Pembangunan jalan desa, rabat beton jalan desa, pengerasan jalan desa, pembangunan parit beton dan pengadaan sarana air bersih dalam bentuk pembangunan sumur bor di lima dusun.

Sementara untuk dana desa tahun 2016, sebesar 96 % atau Rp. 593.599.680 dipergunakan bagi kelanjutan pelaksanaan pembangunan desa yang belum rampung pada tahun sebelumnya. Dan sisanya sebanyak 4% atau Rp.24.937.320 dianggarkan pada bidang penyelenggaraan pemerintah desa dalam bentuk kegiatan pelatihan dan bimtek untuk penguatan tata kelola pemerintahan desa.

Adapun kucuran dana desa tahun 2017 pengalokasiannya sebesar 77,01 % masih di dominasi sektor pembangunan sarana dan pra sarana, baik bersifat lanjutan maupun proyek baru. Kemudian 20,35 % dianggarkan bagi pendirian BUMDESA dalam bentuk penyertaan modal. Dan selebihnya atau 2,64 % dipergunakan untuk pemberdayaan masyarakat seperti : Pelatihan ketrampilan unit UKM dan pengrajin.

Melihat gambaran di atas tentu saja ini bukan kondisi yang ideal. Sebab berdasarkan Peraturan Bupati Labuhanbatu No. 18 Tahun 2017 Bagian dua pasal 6 ayat (1) tentang arah kebijakan pembangunan desa idealnya haruslah mencakup empat bidang yaitu : bidang penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Dimana porsi untuk masing-masing bidang semestinya bersifat proporsioal.

Akan tetapi karena dari rembug desa yang dilakukan, mulai dari Musdus ( musyawarah dusun) sampai ke tingkat musrembang desa, usulan warga masyarakat masih terpolarisasi pada sektor pembangunan sarana dan prasarana desa yang bersifat fisik, maka untuk merubahnya dipandang perlu melakukan sosialisasi yang lebih intens agar pola pikir tersebut bisa diarahkan ke arah yang lebih baik supaya pemerataan pembangunan bisa lebih dirasakan berbagai kelompok yang ada di masyarakat.

Kendati demikian, lepas dari ideal dan tidak ideal perlu digaris bawahi dana desa yang masuk ke desa-desa selama ini termasuk desa Pondok Batu harus diapresiasi sebagai program yang tepat sasaran. Betapa tidak, jauh sebelum UU desa hadir, seluruh desa di Indonesia sesungguhnya sudah menerima anggaran dari pemerintah yang disebut dengan alokasi dana desa (ADD). Namun jumlahnya tidak signifikan untuk membiayai proyek pembangunan yang ingin dikerjakan. Belum lagi harus dipotong untuk membayar SILTAP aparatur desa dan perangkat-perangkatnya. Alhasil geliat pembangunan di desa cenderung stagnan alias jalan di tempat.

Oleh karena itu pasca lahirnya UU Desa secara umum semua lapisan masyarakat sudah bisa merasakan damfak positifnya. Untuk desa Pondok Batu misalnya, masyarakat yang selama ini kesulitan mengeluarkan buah sawit dari kebun mereka sekarang sudah jauh lebih lancar karena sarana jalan yang baik. Lancarnya sarana transportasi dengan sendirinya berimplikasi pada tingkat kesejahteraan petani. Karena potongan-potongan yang biasanya ada sebagai akibat buruknya badan jalan di desa menjadi berkurang.

Begitu pula warga yang mengeluhkan sulitnya mendapatkan air bersih pada saat musim kemarau, sekarang sudah bisa bernafas lega sebab sumur bor yang dibangun di tiap dusun, ada yang 1 dan 2 sumur, mampu memenuhi kebutuhan mereka meskipun dalam kondisi kemarau panjang.

Termasuk perangkat pemerintahan desa, kelompok-kelompok UKM dan terakhir BUMDES. Semuanya merasakan manfaat dana desa meskipun belum optimal seratus persen.

III. Pembentukan BUMDES

Keberadaan Bumdes di sebuah desa sebagaimana di atur dalam Permendesa No.4 Tahun 2015 bertujuan atau dimaksudkan untuk menampung seluruh kegiatan di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum yang dikelola oleh Desa dan/atau kerja sama antar-Desa.

Oleh karena itu desa berkewajiban menyisihkan sebagian dari dana desa yang ada untuk dialokasikan bagi pendirian Bumdes karena itu bukan hanya sebatas pengejawantahan permendesa No. 4 tahun 2015 semata akan tetapi lebih kepada menjadikan Bumdes sebagai penyangga utama sumber pendapatan desa.

Untuk desa Pondok Batu, 20,35 % dari dana desa yang diterima tahun 2017 atau sebesar Rp. 191.339.000,- sudah dialokasikan untuk pendirian Bumdes yang mulai beroperasi pada awal bulan Pebruari 2018 dengan unit usaha Toko Grosir sembako.

Manfaat dari pendirian Bumdes khususnya bagi masyarakat Pondok Batu disamping membuka peluang kerja, lebih jauh lagi tentu saja merupakan entry point bagi kemandirian desa itu sendiri.

Mengapa?

Pertama, ditinjau dari prospek usaha. Sembako merupakan kebutuhan pokok masyarakat. Jadi andai dua per tiga dari total masyarakat Pondok Batu berbelanja ke Bumdes bisa dipastikan perputaran barang akan berjalan lebih cepat. Ini berarti keuntungan juga akan menjadi lebih besar.

Kedua, model pelayanan yang diterapkan bersifat “on line”. Artinya transaksi pembelian cukup dilakukan lewat telepon . Dengan menghubungi nomor pengurus bumdes maka barang pesanan akan di antar ke tempat kediaman pembeli atau pemesan sehingga diharapkan dengan metode ini tingkat kepuasan konsumen meningkat dan akan berimplikasi terhadap transaksi-transaksi berikutnya.

Ketiga, memperhatikan daya saing pasar. Harga barang yang dijual di Grosir Bumdes senantiasa harus diupayakan mengikuti harga yang ada di toko-toko pesaing. Hal ini menjadi penting agar konsumen yang sudah ada tidak menjadi pindah ke tempat lain.

Itulah tiga strategi yang sedang dan akan terus disempurnakan manajemen Bumdes “Pondok Batu Mandiri ” dalam upaya memajukan Bumdes sekaligus memperbesar pundi-pundi Pendapatan Asli Desa (PAD). Tinggal lagi pertanyaannya apakah strategi tersebut ampuh ? Tentu waktu dan kesetiaan terhadap komitmen awal lah yang bisa menjawabnya.

Penutup

A. Kesimpulan
Dari tulisan yang diuraikan di atas bisa ditarik beberapa kesimpulan, yaitu :

  1. Peluang Desa Pondok batu menjadi desa Swa Sembada cukup besar ditinjau dari berbagai aspek mulai dari profil desa, dukungan pemerintah, kesiapan masyarakat sampai kepada pendirian BUMDES.
  2. Dana desa yang masuk ke desa Pondok batu selama tiga tahun terakhir berhasil diserap dengan baik dan diwujudkan dalam bentuk pembangunan yang tepat sasaran sesuai aspirasi masyarakat meski belum proporsional.
  3. Mekanisme pengambilan keputusan pelaksanaan pembangunan di desa sudah sesuai regulasi dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat, dan lewat forum yang legitimate yaitu : Musdus dan Musrembang Desa
  4. Berdirinya BUMDES sebagai pilar utama dalam menggali PAD di desa Pondok Batu telah memunculkan rasa optimisme baru berupa kesiapan untuk menjadi desa mandiri serta bentuk antisipasi manakala terjadi perubahan kebijakan pemerintah menghentikan program bantuan dana desa.

B. Saran-saran
Meskipun demikian untuk lebih mempercepat capaian menuju desa swa sembada tersebut perlu disampaikan beberapa saran atau masukan diantaranya :

  1.  Pembangunan jangan terpusat pada sektor sarana dan prasarana saja. Harus memperhatikan sektor lainnya seperti pemberdayaan masyarakat, dalam hal ini yang berhubungan dengan penguatan ekonomi,seperti : kelompok pengrajin, home industry, kelompok peternak, maupun yang berhubungan dengan pelayanan masyarakat semisal Posyandu, polindes, komunitas perempuan dan Pelayanan KB.
  2. Melakukan sosialisasi yang lebih intensif ke masyarakat luas tentang pemanfaatan dana desa dalam arti yang lebih luas . Caranya bisa lewat rembug desa boleh juga menggunakan media lain seperti spanduk, brosur atau lewat perkumpulan-perkumpulan masyarakat seperti wirid yassin untuk ummat islam dan pengsil untuk ummat nasrani.
  3. Perlunya penguatan manajerial Bumdes. Ini penting dan mesti dilakukan secara simultan dan berkesinambungan. Mengapa ? Sebab saat ini pengelola Bumdes Pondok Batu Mandiri terbilang masih awam dan belum berpengalaman dalam mengelola usaha berskala besar, sehingga dikhawatirkan jika gagal kelola bukan keuntungan yang diperoleh malah menjadi blunder dalam artian layu sebelum berkembang.

Itulah beberapa kesimpulan dan saran sebagai sebuah rangkuman. Harapan kita apa yang baik dapat dipertahankan dan terus ditingkatkan. Sebaliknya untuk yang masih kurang agar tidak jemu melakukan evaluasi dan koreksi demi perbaikan-perbaikan. Karena usaha hanya akan membuahkan hasil ketika seseorang tidak pernah menyerah.( Napoleon Hill, Penulis Amerika, sekaligus penasehat Presiden Franklin D. Roosevelt kurun waktu 1933-1936). Salam dari desa. (**)

Oleh : Paridul, S.Pd (Ketua DPC Abpednas Labuhan Batu, Provinsi Sumatera Utara

Daftar pustaka :
1. Nuansa Geografi3, untuk SMA/MA kelas XII/penulis,Saptanti Rahayu, Eny Wiji Lestari,Maryadi, editor, Sri Milangsih . Jakarta : Pusat Perbukuan,Departemen Pendidikan Nasional, 2009
2. Republik Indonesia 2014. Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang desa. Lembaran negara RI tahun 2014, Nomor 7 . Sekretariat negara. Jakarta

3. Kemendesa RI. 2015. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi RI Nomor 3 tahun 2015 tentang Pendampingan desa. Berita negara RI tahun 2015, Nomor 160 .

4. Kemendagri RI. 2016. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 110 tahun 2016 Tentang Badan Permusyawaratan Desa. Berita negara RI tahun 2017, Nomor 89 .

5. Bupati Labuhanbatu Provinsi Sumatera Utara. Peraturan Bupati Labuhanbatu No. 18 tahun 2017 tentang Petunjuk Tekhnis Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa, Rencana Kerja Pemerintah Desa dan Pelaksanaan Kegiatan Pembangunan Desa.

6. Kemendesa RI. 2015. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi RI Nomor 4 tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan,dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa. Berita negara RI tahun 2015, Nomor 296.
7. Typoonline. Arti kata- Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), https://typoonline.com/kbbi/desa, diakses 13 Pebruari 2018.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *