Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Badan Permusyawaratan Desa Nasional (DPP ABPEDNAS = RUMAH BESAR BPD)
Menjelang pengumuman calon menteri yang membantu Presiden Jokowi lima (5) tahun mendatang,
sejumlah nama banyak beredar di kalangan masyarakat dan sejumlah media bahkan telah ramai melakukan analisa bahkan memunculkan sejumlah nama-nama di kementerian tertentu.
Ada yang menguasai dibidangnya, namun ada juga nama yang diragukan kemampuannya dalam menduduki jabatan kementerian dimaksud.
Dua (2) kementerian yang banyak disebut-sebut adalah, Kementerian Desa & PDTT dan Kementerian Dalam Negeri.
Didalam dua (2) kementerian ini menjadi sexy, karena menyangkut nasib 75.436 desa (74.517 desa dan 919 nagari di Sumatera Barat), kemudian 8.444 kelurahan serta 51 Unit Permukiman Transmigrasi (UPT)/Satuan Permukiman Transmigrasi (SPT) dengan total dana desa 2019-2024 mencapai Rp 400 Triliun. Untuk bisa memastikan semuanya berjalan baik.
Kedua Menteri yang akan duduk ini harus memiliki cara pandang terhadap BPD (Badan Permuyarawaratan Desa), terutama urgensinya terhadap pelaksanaan pemerintahan di desa.
Menurut Ketua umum DPP Abpednas, Deden Samsudin, untuk menjadi Menteri Desa & PDTT dan Menteri Dalam Negeri, Presiden RI terpilih Bapak Jokowi Widodo harus memilih pembantunya yang tegas dan memiliki wawasan mengenai Desa serta visi & misi yang jauh kedepan dalam membangun Desa.
Sesuai dengan Motto ABPEDNAS
MENUMBUHKEMEBANGKAN SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)
DAN MENGGALI POTENSI SUMBER DAYA ALAM (SDA) UNTUK KESEJAHTERAAN DAN KEMAKMURAN RAKYAT DALAM MEMBANGUN DESA-MENATA KOTA.
DALAM BINGKAI NEGARA KESATUAN DAN PERSATUAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA.
Masyarakat Desa membutuhkan Menteri Desa/PDTT dan Mendagri yang bisa memahami kebutuhan dan kepentingan pedesaan,” tegasnya.
Ketua umum ABPEDNAS H.Deden menyorot soal lemahnya pemberdayaan serta lemahnya kapasitas anggota BPD. Belum lagi lemahnya posisi tawar anggota BPD di depan Kepala Desa, sehingga banyak keputusan yang diambil tidak melibatkan BPD , sesuai tupoksinya. Padahal sesuai Permen 2/2015 tentang Musdes, Kemendes berperan dalam pemberdayaan BPD.
Begitu juga Kementerian Dalam Negeri, meski akhir-akhir ini kami melihat begitu cukup agresif untuk mengajak BPD dalam beberapa kegiatannya, seperti Rakernis BPD, Penyusunan Modul Pelatihan BPD, dan pelibatan BPD dalam penyusunan Juknis,” sambung H.Deden.
Pendiri DPD Abpednas Jabar ini menambahkan, kedepan diperlukan ketegasan, dimana tanggungjawab pembinaan BPD, di Kementerian Desa atau Kementerian Dalam Negeri. “Kapasitas personal anggota BPD masih lemah dan belum berjalan sesuai Undang-Undang (UU) yang berlaku.
Seperti contoh dalam prosès pemilihan anggota dan pemilihan pimpinan BPD yang belum sesuai prosedur,
1. Ada yang lansung ditunjuk oleh Kepala Desa.
2. Rendahnya tunjangan anggota BPD
menyebabkan banyak warga yang enggan menjadi anggota BPD. Akibatnya anggota BPD diisi oleh kandidat yang tidak terseleksi karena tidak ada aturan yang jelas.
Maka dengan ini ABPEDNAS sebagai RUMAH BESAR BPD Mengusulkan siapa yang saja yang menduduki jabatan lima (5) tahun Kedepan :
Menteri Desa & PDTT dan Menteri Dalam Negeri yang diberi amanah, harus bisa melakukan pembinaan dan peningkatan kapasitas BPD yang belum terstandar dan terstruktur.
Ambil contoh Bimtek BPD :
Pemilihan nara sumbernya sering tidak melibatkan BPD, sehingga materinya sebatas teori-teori atau penjabaran regulasi, tanpa memahami praktek di Desa,” tutur Ketum H.Deden.
Sementara itu Sekretaris Jenderal DPP ABPEDNAS, Indra Utama mengatakan, calon Menteri Desa dan Mendagri harus memiliki jiwa visioner sebagai Begawan Desa. “Sosok Menteri yang mengerti betul tentang desa sehingga mengerti kebutuhan masyarakat desa. Mengerti tentang keberadaan pemerintahan desa sehingga semua bisa diberdayakan dan diperkuat masing-masing lembaga di desa. Mendes dan Mendagri yang memahami keberagaman problema di desa, agar dalam implementasinya tidak bisa dibuat seragam,”tegasnya. DPP ABPEDNAS berharap, kedepan Mendes dan Mendagri harus peduli nasib anggota BPD seluruh Indonesia. Jangan ada kesan, BPD dianaktirikan, Kades dilindungi.
Persoalan Desa dengan penduduk 2.000 orang tentunya berbeda dengan yang warganya 50.000 orang. Desa terisolir, tentunya beda dengan desa yang berbatasan lansung dengan kota. Desa dengan wilayah 85 hektar tapi padat penduduk, tentunya beda dengan desa 2000 hektar tapi jarang penduduknya. “Keberagaman tersebut tentunya berbeda juga karakteristik dari BPDnya. Untuk bisa memahami itu semua, siapapun yang ditunjuk menjadi Mendes/PDTT dan Mendagri, bisa membela kepentingan desa. “Lebih baik lagi jika sosok menteri yang ditunjuk memiliki jaringan yang kuat secara nasional dari kalangan pegiat desa, sehingga paham mencari solusi dari semua masalah desa,” tutur Sekjend DPP ABPEDNAS, Indra Utama