Jurnalis Jebolan Al-azhar Kairo Ini Dinobatkan Jadi Abang Favorit Jakarta Pusat 2024
Mochamad Haekal Malik, Wartawan Jebolan Al-azhar Kairo, Jadi Abang Favorit Jakarta Pusat 2024 JAKARTA–Pencapaian mengesankan dicapai Mochammad Haekal Malik. Wartawan jebolan Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, ini, dinobatkan sebagai Abang Favorit Jakarta Pusat 2024, yang pemilihannya digelar Jumat (12/7) malam di Auditorium Abdurahman Saleh Gedung RRI. Pada kesempatan sama Muhammad Najmi Mafaza Hasan dan Callysta Khansa Fathinah dikukuhkan sebagai Abang-None (Abnon). Mereka akan mewakili Jakarta Pusat pada pada kompetisi Abang-None Tingkat Provinsi Daerah Khusus Jakarta. Keberhasilan Bang Haekal disambut riuh kalangan media mengingat profesinya sebagai wartawan. Penulis sekaligus staf redaksi di Majalah Property&Bank ini diketahui menempuh Pendidikan Sarjana pada jurusan Ekonomi Syariah di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Sebagai alumni perguruan tinggi terkemuka di Kairo, Mesir yang memiliki relasi di KBRI dan wilayah Timur Tengah, Moch Haekal Malik bertekad akan memajukan sektor pariwisata halal di Indonesia, khususnya Jakarta Pusat. “Kita harus rajin mempromosikan objek wisata halal kita ke luar negeri dengan menggelar pameran-pameran wisata di Timur Tengah dan sekitarnya,” ujar Bang Haekal kepada media. “Sebagai Abang Jakarta Pusat, saya akan mendorong perkembangan pariwisata halal, kita juga harus mendukung ekonomi lokal dan Indonesia untuk menuju Jakarta Kota Global,” sambungnya. Malam puncak atau final pemilihan Abnon Jakarta Pusat menampilkan 15 pasangan finalis yang telah mengikuti serangkaian pembinaan dan pelatihan dalam masa karantina selama satu bulan. “Ke-15 pasangan terseleksi dari sekitar 200 pendaftar,” jelas Kepala Suku Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) Jakarta Pusat, Wiwik Satriani. Selain Faza dan Callysta, dewan juri juga menetapkan Arsyad Ratliff Praamadhi dan Karina Moudy Widodo sebagai Wakil I Abnon, Fernando Farrell dan Marsya Aqila menjadi Wakil Abnon II. Lalu,, Naufal Yudha Nur Rashid dan Azzahra Mayraina Rahmatputri sebagai juara Harapan I, Firstyo Dewo Wicaksono dan Nadiella Shilma juara Harapan II serta pasangan Mochammad Haekal Malik dan Pandee Made Nancy Nareswary sebagai pemenang favorit. Wali Kota Jakarta Pusat, Dhany Sukma, mengapresiasi proses pemilihan yang menghasilkan pasangan terbaik dari yang terbaik. Diharapkannya, mereka yang terpilih nanti bisa mengharumkan nama Jakarta Pusat di tingkat Provinsi DKI Jakarta. “Masih ada waktu dua bulan untuk meningkatkan dan menyempurnakan kembali dengan matang, sehingga bisa tampil maksimal dan meraih juara umum tingkat provinsi,” pesan Dhany. Keberhasilan Bang Haekal tentu saja membahagiakan orang tuanya juga. Bang Haekal adalah anak kedua atau bungsu dari H. Indra Utama, Wakil Ketua Bidang Pendidikan DKI Jaya 2024-2029. “Dia sangat suka berorganisasi, dan tertarik dengan PWI Jaya. Dia siap untuk mengikuti Orientasi Keanggotaan dan Keorganisasian (OKK) dari PWI Jaya,” tutur H.Indra Utama dengan nada bangga. Kesit Budi Handoyo, Ketua PWI Jaya, mengapresiasi dan mengaku turut bangga dengan capaian Bang Haekal. Anak muda yang berprofesi sebagai wartawan juga bisa unggul dan terpilih sebagai Abang Favorit Jakarta Pusat. “Selamat buat Bang Haekal yang dinobatkan sebagai Abang Favorit Jakarta Pusat 2024,” papar Kesit. “Penobatan Abang Favorit 2024 ini adalah momen bersejarah bagi Bang Haekal dalam meraih cita-cita yang lebih cerah unuk lebih percaya diri menyongsong masa depan,” ungkap Aat Surya Safaat, Wakil Ketua Bidang Organisasi PWI Jaya. Wartawan senior yang anggota Tim Monev Percepatan Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata Kemenparekraf ini juga senang dengan visi misi Abang Favorit Jakarta Pusat 224. Bang Haekal bertekad akan proaktif memperkenalkan wisata halal di Indonesia khususnya di Jakarta ke wisatawan asal Timur Tengah, khususnya di Mesir dan sekitarnya.***
Hidayat Nur Wahid : Politik Bagian Sarana Dakwah Hadirkan Islam Yg Rahmatan Lil Alamin
Hidayat Nur Wachid merupakan Lulusan doktor di Universitas Islam Madinah, Arab Saudi. Memulai kiprahnya dalam kancah politik nasional, pasca bergulirnya Era Reformasi. Sebelum menjabat sebagai Presiden PK dan kemudian PKS, pria kelahiran 8 April 1960, di Kebon Dalem Kidul, Prambanan, Klaten, Jawa Tengah, belum dikenal luas, kecuali di lingkungan Gerakan yang sering disebut sebagai “Tarbiyah”. Sebagai bagian dari Gerakan Tarbiyah, Hidayat memahami Islam bukan sekedar sebagai sebuah konsep yang integral, komprehenshif, fundamental, dan penuh toleransi, dan kemampuan berkolaborasi, tapi juga aksi pencerahan dan solusi yang hadirkan prinsip “rahmatan lil alamin”, agar dg “amal sholih” secara berjamaah bisa berkontribusi hadirkan negeri yang “baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghafuur”. Paradigma keislamannya ini kemudian diaktualisasikan melalui keaktifannya dalam kegiatan-kegiatan dakwah, pendidikan, sosial dan politik. Gerakan Tarbiyah, adalah gerakan dakwah Islam yang mulai marak di Indonesia pada era 1980. Gerakan ini banyak mengambil referensi keislaman dari gerakan Islam di Timur tengah, terutama al-Ikhwan al-Muslimun, organisasi gerakan Islam yang pernah dikunjungi oleh H Agus Salim dan delegasi Indonesia lainnya, menyampaikan terimakasih Indonesia atas jasa Hasan alBanna pimpinan Ikhwanul Muslimin menghadirkan pengakuan atas kemerdekaan Indonesia. Peraih gelar Doktor Cum Laude Universitas Islam Madinah Arab Saudi ini menjadi pembaca deklarasi pendirian Partai Keadilan (PK) di lapangan Masjid Agung alAzhar, Jakarta, pada 20 Juli 1998, dan terpilih menjadi ketua Dewan Pendiri dan kemudian dilantik menjadi Ketua Majelis Pertimbangan Partai Keadilan, dan ketika Presiden PK, Dr Ir Nur Mahmudi Ismail, yang berlatar NU dan alumni Texas University AS itu menjadi Menteri Kehutanan dan Perkebunan pd era Presiden Gus Dur, HNW (begitu sapaan akrab Hidayat Nur Wahid) dilantik menjadi Presiden PK (1999-2002). Pada pasca hasil pemilu 1999, PK berubah menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan kembali HNW diangkat menjadi Presiden PKS sejak 2002 hingga 2004. Belum berhasilnya PK lolos ke parlemen, tidak membuat HNW patah semangat, sebaliknya itu menjadi cambuk penyemangat, apalagi politik baginya hanyalah sarana dakwah untuk mencapai tujuan dari dakwah. Berpolitik adalah untuk mencerahkan pemahaman umat dan menggerakan pemikiran dan tindakannya ke dalam jalan dakwah. Dan spirit itu yang mengantarkan sukses perolehan suara PKS pada pemilu 2004, naik 650%, dengan mendapat 7,4 juta pemilih (45 kursi DPR) pada pemilu 2004, dari sebelumnya hanya mendapat 1,3 juta suara (7 kursi). AlhamduliLlah. “Semangat inilah yang harus dibawa dalam dakwah melalui partai politik maupun melalui parlemen, untuk perjuangkan kemaslahatan umat dan merealisasiskan kepentingan rakyat dalam bingkai besar upaya mewujudkan cita2 Indonesia Merdeka sebagaiamana termaktub dalam Pembukaan UUD 45”ujar HNW. Pada pemilu 2004, HNW pun terpilih sebagai anggota DPR, dan dari 560 anggota DPR hanya 2 yang terpilih dengan suara penuh, satu diantarnya adalah HNW. Dan saat pemilihan Ketua MPR 2004-2009, paketnya HNW memenangkan pemilihan terbuka di MPR, dengan meraih dukungan 326 anggota MPR mengalahkan paket lain yg mencalonkan Sekum PDIP, Sucipto, yang mendapat suara 324 anggota MPR. Di rentang karier politiknya, Hidayat dimajukan pimpinan Partainya untuk maju dalam kontestasi pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2012, tapi belum berhasil. Kekalahan tidak membuat patah semangat HNW. Dia tetap beraktivitas seperti biasanya sebagai Juru dakwah, politikus, akademisi, dan pegiat sosial. Karier politiknya mengalir terus, pada pemilu 2014, dia terpilih kembali menjadi anggota DPR dan didaulat menjadi wakil Ketua MPR RI 2014-2019. Apalagi dalam setiap kesempatan HNW selalu menyampaikan pesan pentingnya untuk menjaga persatuan dan kesatuan antar anak bangsa, sebagai implementasi dari bentuk nilai keimanan. Hal in mengingat, bahwa kedaulatan rakyat Indonesia sangat berarti untuk menentukan arah bangsa Indonesia ke depannya. Menurutnya, implementasi kedaulatan rakyat yang sedemikian nyata dan dibutuhkan, memungkinkan elemen-elemen masyarakat yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, karena menjadi bagian penting tak terpisahkan dalam mewujudkan Indonesia maju serta sejahtera di masa depan. Bocah Berwatak Cerdas anak sulung dari tujuh bersaudara dari pasangan H. Muhammad Syukri dan Hj Siti Rahayu, dibesarkan dari lingkungan Guru dan keluarga sederhana. Sang ayah merupakan seorang guru lulusan IKIP Yogyakarta, yang aktif di Muhammadiyah sekalipun tetap tahlilan sebagaimana amalan ayahnya H Shidik yang memang berlatar NU. Sementara sang ibu adalah guru Taman Kanak-Kanak dan aktivis Aisyiyah. Usai lulus Sekolah Dasar, Hidayat Nur Wahid dikirim oleh Ayahnya untuk melanjutkan pendidikan ke Pondok Pesantren Modern Darussalam, Gontor, Ponorogo, Jawa Timur. Dan karena faktor sistem pendaftaran di Gontor, HNW sempat mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Walisongo, Ngabar, Ponorogo. Sebagaimana diketahui Pesantren Gontor menerapkan semboyan “berpikir bebas selain berbudi tinggi, berbadan sehat, berukhuwwah islamiyyah, dan berpengetahuan luas.” Semboyan ini tampak pada kehidupan Hidayat Nur Wahid hingga beranjak dewasa sampai kini yang menyukai buku, olahraga, dan mengutamakan etika moral dalam berpolitik dan juga dalam kehidupan sehari-hari. Di Pondok Modern Gontor, Hidayat Nur Wahid termasuk santri yang cerdas dan menonjol. Ia duduk di kelas B yang hanya diisi oleh santri-santri berprestasi. Di kelas ini pun ia selalu mendapatkan rangking pertama atau kedua. Bahkan Hidayat Nur Wahid merupakan satu-satunya dari 132 santri alumni pada tahun 1978 yang mendapat “ijazah” (syahadah) tanpa prosedur tes. Kecerdasan Hidayat Nur Wahid memang telah tampak ketika masih kanak-kanak. Di SD Kebon Dalem Kidul, ia selalu mendapat predikat juara. Sebagai anak guru, Hidayat mendapatkan pendidikan dan lingkungan yang baik. ia sudah bisa membaca sebelum masuk sekolah. Hidayat kecil juga gemar membaca. Selain komik silat Kho Ping Ho kegemarannya, ia juga membaca majalah Suara Muhammadiyah dan Suara Aisyiyah langganan Ayah dan Ibunya, selain buku-buku sastra dan sejarah milik ayahnya dan keluarga. Kebiasaan dari kecil itu masih berlanjut sampai sekarang. Kini di ruang perpustakaannya, ada lebih dari lima lemari besar penuh buku, baik yang berbahasa Arab, Inggris, maupun Indonesia. Selama menempuh pendidikan di Gontor, Hidayat Nur Wahid mengikuti banyak kegiatan. Selain kursus bahasa Arab dan Inggris, Hidayat juga mengikuti grup sastra, pencak silat, hingga kursus menjahit. Hidayat Nur Wahid juga diangkat menjadi Staf Andalan Koordinator Pramuka Bidang Kesekretariatan ketika duduk di kelas V Pondok Gontor. Hidayat Nur Wahid tercatat pula sebagai anggota Pelajar Islam Indonesia (PII). Selepas dari Gontor tahun 1978, Hidayat Nur Wahid sebetulnya berkeinginan untuk kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, rupanya ia terkesan pada jasa seorang mantri di PKU Muhammadiyah yang banyak memberikan manfaat bagi masyarakat sekitarnya. Namun karena status ijazah, akhirnya ia mendaftar di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Kalijaga. Di kampus ini Hidayat Nur Wahid sempat aktif dan
Dr.Rita Bertekad Tekan Angka Stunting di Pedesaan
Menjadi seorang dokter merupakan profesi yang mulia. Menyelamatkan nyawa dan merawat orang agar kembali sehat merupakan pekerjaan yang memiliki rasa molaritas yang kuat dan memberikan kepuasan bagi yang menanganinya. Dokter spesialis merupakah salah satu dokter sangat dibutuhkan oleh banyak orang karena berfokus pada satu bidang tertentu secara spesifik. Salah satunya adalah dokter spesialis anak. Bagi keluarga yang sudah memiliki buah hati, dokter spesialis anak merupakan salah satu kebutuhan. Ketika anak jatuh sakit dan memerlukan pertolongan secepatnya, keluarga sudah mengetahui harus menghubungi siapa. Banyaknya dokter spesialis anak dan berpengalaman akan membantu menentukan pilihan. Salah satunya adalah dr. Rita E Rusli, M.Ked(Ped), Sp.A(K). Dokter Rita merupakan seorang dokter anak atau disebut juga pediatrician yang telah berpengalaman dalam menangani kasus kesehatan anak. Tidak hanya menjadi seorang dokter anak, beliau juga aktif mengajar sebagai dosen di Fakultas Kedokteran dan Rumah Sakit Pendidikan Universitas Sumatera Utara (USU). Wanita yang berasal dari Minang, Sumatera Barat ini sudah mempunyai minat dalam dunia medis sejak kecil. Beliau memulai berkuliah S1 di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS). Setelah lulus dari UNS, beliau banyak melakukan perjalanan dalam hidupnya. Karir awalnya ia mulai dengan menjadi dokter Praktik Tidak Tetap (PTT) di Kendal, Jawa Tengah selama 3 tahun. Setelah itu, beliau berpindah-pindah di beberapa kota untuk mengikuti tugas suaminya tetapi tetap membuka praktek sebagai dokter di setiap kota tempat suami bertugas. Saat berpindah ke kota Medan, pada tahun 1998 beliau memutuskan untuk mengikut pendidikan spesialis anak dan Magister of Pediatric di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU). Tidak hanya sampai situ, setelah menyelesaikan spesialis anak dan Magisternya, beliau melanjutkan pendidikannya di sub spesialis Alergi Imunologi Anak di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Jakarta. Setelah itu, beliau kembali ke Medan dan mengabdikan dirinya menjadi dosen tetap di Fakultas Kedokteran USU. Selain menjadi dosen, dr. Rita juga melakukan praktek di RSUP H. Adam Malik Medan sebagai Rumah Sakit pendidikan dan di dua Rumah Sakit swasta di kota Medan. Ibu 4 anak ini juga aktif menjadi pemateri dalam berbagai seminar yang berkaitan tentang kesehatan anak. Beliau juga aktif dalam berbagai aktifitas sosial terutama yang berkaitan dengan HIV anak dan Lupus Anak. Pengabdian Masyarakat adalah salah satu unsur dari Tri Darma Perguruan Tinggi. Dalam menjalankan unsur tersebut, dr Rita bersama team Fakultas Kedokteran USU juga secara rutin mengadakan penyuluhan dan deteksi dini masalah kesehatan dan gizi anak di daerah Sumatera Utara. Stunting menjadi masalah yang lebih diutamakan akhir2 ini untuk deteksi dini dalam setiap kegiatan pengabdian masyarakatnya, karena angka stunting yang cukup tinggi di Indonesia yaitu 30.8% di tahun 2018 berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) dan pemerintah menargetkan angka tersebut untuk turun menjadi 14% di tahun 2014. Dr. Rita mengatakan bahwa menjadi dokter adalah suatu pilihan dengan konsekuensi belajar seumur hidup. Karena itu beliau sering mengikuti kegiatan workshop atau seminar di dalam dan luar negeri. Penulis : Nabila Chika
Mengenal Sosok Bupati Kuningan Acep Purnama
Kabupaten Kuningan 25 tahun yang lalu merukapak kabupaten biasa yang jauh dari kemajuan, tapi itu dulu berbeda dengan sekarang. Saat ini Kabupaten Kuningan dipimpin oleh Acep Purnama sebagai Bupati. Sebagai Bupati Acep dalam bergagai kegiatan yang dilakukannya tak bisa luput dari sorotan baik masyarakat mau pun media. Pro dan kontra dalam pekerjaannya selalu ada. Acep Purnama sebagai Bupati Kuningan dan Wakilnya Ridho Suganda resmi menjabat pada periode 2018-2023, mereka dilantik langsung oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, di Gedung Sate, Bandung. Acep Purnama adalah Pria kelahiran Kuningan, Jawa Barat, 2 Juni 1959 merupakan lulusan Master Ilmu Hukum di Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon. Sebelum menjadi Bupati, Acep juga pernah menjabat sebagai Wakil Bupati Kuningan pada tahun 2013 hingga 2016. Sebagai sosoknya yang sederhana dan rendah hati Acep membuat warga Kuningan bangga memiliki pemimpin sepertinya. Pada tahun 2015 sebanyak 598 unit rumah di Kabupaten Kuningan telah mendapatkan bantuan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) atau bedah rumah dari Direktorat Rumah Swadaya Ditjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR. Bantuan stimulan tersebut merupakan upaya pemerintah untuk mengurangi jumlah rumah tidak layak huni (RTLH) yang ada di daerah-daerah. Bupati Kuningan Acep Purnama menjelaskan, 598 unit rumah tersebut tersebar di empat desa yang ada di daerahnya. Ke empat desa tersebut terdiri dari Desa Citenjo (157 unit), Desa Sukamaju (164 unit), Desa Bantar Panjang (117 unit), Desa Cipondoh (160 unit). Ini merupakan kontribusi pak Acep dalam program pemerintah melalui Kementerian PUPR. Disisi lain Acep dikenal di mata para sahabatnya sebagai pribadi yang sangat ulet dan juga sangat disiplin terhadap waktu. Tren blusukan yang dicontohkan oleh Jokowi sebagai Presiden Indonesia diterapkan oleh para pemimpin daerah dan juga Acep sebagai Bupati Kuningan yang rajin blusukan kepada warga. Hal ini baik untuk semua karena akan salin mengenal antar rakyat dan pimpinannya sehingga Acep tahu persis permasalahan dibawah. Disela kesibukannya yang super padat, Acep juga ternyata hobi naik motor trail. Dengan kinerja dan disiplan yang baik Kabupaten Kuningan berhasil meraih kembali penghargaan Parasamya Purnakarya Nugraha, yakni tanda kehormatan tertinggi dalam pelaksanaan pembangunan pada 17 Juli 2019. (heri Mulyanto) Diolah dari berbagai sumber