Oleh : Nafik Umurul Hadi
Kita sering mendengar sebuah klaim ini adalah program pembangunan yang “prorakyat” kita sering sekali berkata prorakyat. Tetapi disisi lain para pengamat, beberapa politisi atau legislator mengatakan, “ Bukan, ini pemerintah pro kepentingan pengusaha, pemodal kaya dan investor asing. Semua pernyataan tersebut bisa jadi benar dan bisa juga bias. Jajaran pemerintah yang mengatakan prorakyat akan mudah kita buktikan apakah ini benar sebuah realita kebenaran atau hanya sebuah ucapan klise normative dan lips service saja. Bukti ini bukan terletak pada dokumen-dokumen yang tertulis secara normative yang tercantum pada program-program yang disebut prorakyat. Karena bukti prorakyat atau tidak akan tergantung pada apakah pemerintah mengenal secara tepat atau tidak realita dan kecenderungan-kecenderungan yang dihadapi oleh rakyatnya. Dari sanalah kita bisa mengeceknya bahkan memperbaikinya. Jika pemerintah merancancang dan melaksanakan program atas dasar realita kebutuhan riil rakyatnya, maka itulah yang bisa tepat kita sebut prorakyat. pemerintah mau disebut atau dikatakan pemerintah yang pro-Lib, neo-Lib atau lib-lib yang lainnya, kalau pemerintah bekerja dengan data empiric atas realitas yang dihadapi rakyat atau masyarakat, maka sesungguhnya adalah pemerintah yang prorakyat.
Pertanyaanya pentingnya adalah bagaimana mengenal data empirical secara tepat..? apakah cukup berkunjung ke daerah, atau anda menarik sebuah conclution bahwa daerah tersebut Makmur karena anda melihat banyak pabrik-pabrik dan bangunan baru yang dibangun. Anda mungkin lupa bahwa dibalik fenomena pabrik-pabrik dan Gedung-gedung menjulang ternyata banyak penduduk kekurangan gizi, miskin dan terjadi ketimpangan pendapatan antara yang kaya dan yang miskin, kematian bayi dan balita diamana-mana. Beberapa kalipun anda berkunjung kedaerah yang dikemas dalam (Kunker/kunjungan kerja), maka persepsi anda bisa bias dan melenceng dari realita. Bahkan bukan tidak mungkin anda tidak menemukan temuan apa-apa secara konprehensif tentang masalah-masalah riil, karena potret utuhnya sebenarnya ada pada data statistic resmi yang anda abaikan untuk dibaca dan difahami.
Sebuah data memberikan potret atas realitas yg tengah dihadapi masyarakat, potret ini utuh karena menggambarkan keseluruhan bukan kasuistis. Idealnya jika memang ingin mengetahui realitas kehidupan dan kesejahteraan masyarakat disuatu derah, sebaiknya bisa dimulai dengan mebaca data empiric melalui “data statistic” didaerah tersebut. Ketika kunjungan kedaerah kita bisa melakukan konfirmasi kebeberapa tempat untuk mendapatkan nuansa substanstif yang lebih mendalam. Data statistic telah memberi tahu kita, misalnya 90 persen petani didaerah tersebut adalah petani gurem. Lakukan keunjungan kedaerah tersebut untuk mengetahui lebih jauh bagaiman pola hubungan yang terjadi antara 10 persen petani kaya dengan petani gurem tersebut. Mengapa petani gurem terus bertambah, apakah tanah mereka terus dijual kepetani kaya, dan alas an-alasan lain apa yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Kunjuanga kita kedaerah atau keluar negeri akan mendapatkan banyak hal benar-benar fact-based , jika kita membekali diri dengan pengetahuan tentang data statistic.
Persoalanya, mari kita bertanya, berapa banyak para pejabat, bupati, walikota di Indonesia yang mengenal betul data statistic resmi didaerahnya. Berapa banyak para pejabat, bupati, walikota yang mengerti secara baik jumlah sebaran dan kecenderungan (volume, pattern, and trend) masyarakat yang buta huruf, miskin, kurang gizi, produktifitas rendah, mendapatkan air minum dari sungai, rumah berlantai tanah, harga kebutuhan pokok meningkat, dan informasi-informasi data statistic yang lainya. Kita bisa melihat hanya melalui data statistic seorang akademisi, mahasiswa, pejabat, politisi, bupati, gubernur, ketika kurang akrap denaga data, maka dia akan kehilangan kesempatan untuk membangun sesuai dengan relaita empiric yang dihadapi masyarakatnya.
Tanpa menguasaan data secara baik terkait kualitas hidup masyarakat, seorang pejabat atau pemimpin hanya akan berfikir bahwa kepemimpinanya sukses jika investor mulai banyak menanamkan modalnya diperkebunan sawit, dipertambangan yang akan mendongkrap PDRB daerahnya atau bagaimana membangun Gedung-gedung, jalan-jalan tol, perkantoran bertingkat-tingkat atau pasar-pasar modern, infrastruktur fisik yang sesungguhnya sangat jauh dari kebutuhan riil masyarakat. Kemubazhiran pembangunan pembangunan selama ini sering terjadi, kita membangun menurut selera kita, bukan dengan pikiran dan pijakan realitas yang sebenarnya yaitu data empiric statistic yang dipahami secara benar.
karena kekurangan kita dalam mengakrapi dan memahami data, maka bisa jadi kepemimpinan kita terdistorsikan. kredibilitas kita akan jatuh dimata masyarakat, setiap ucapan yang kita sampaikan akan terlihat diawang-awang, normative dan kosong, jika kita mengabaikan data empirik sebagai pijakan realita yang dihasilkan dari kegiatan ilmiah.
Ulasan ahad, September 2021,
By :nafiumurulhadi.blogspot.com